Sonora.co.id, Indragiri Hilir, Riau – Program Mangrove for Coastal Resilience (M4CR) yang didukung Bank Dunia terus menunjukkan capaian signifikan dalam menjaga ekosistem pesisir di Provinsi Riau. Hal ini disampaikan dalam diskusi media gathering yang berlangsung di Kawasan Sungai Guntung, Kabupaten Indragiri Hilir, Rabu (24/9/2025).

M. Arif Fahrurozi, PPIU Manager M4CR Provinsi Riau, mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2024 pihaknya telah merehabilitasi 1.683 hektare mangrove dengan melibatkan 1.128 masyarakat lokal. “Selain memperoleh upah harian dari kegiatan penanaman, masyarakat juga berinvestasi untuk keberlangsungan ekosistem yang akan diwariskan kepada anak cucu,” ujarnya. Hingga 2027, M4CR menargetkan rehabilitasi seluas 5.858 hektare di lima kabupaten/kota pesisir Riau, sebuah langkah ambisius yang diharapkan dapat menahan laju kerusakan kawasan pesisir.

Menurut Arif, rehabilitasi mangrove bukan sekadar program lingkungan, tetapi juga upaya pemberdayaan ekonomi lokal. Melibatkan masyarakat secara langsung menjadikan mereka bukan hanya pekerja, tetapi juga penjaga ekosistem. “Kalau masyarakat sudah merasa menjadi bagian dari proses ini, mereka akan punya kepedulian lebih besar untuk merawat hasilnya,” tambahnya.

Sementara itu, Joko Yuni Purwanto, Kepala UPT KPH Mandah, menekankan pentingnya peran kelompok masyarakat dalam menjaga keberhasilan rehabilitasi mangrove. Tantangan yang dihadapi tidak hanya teknis seperti abrasi pantai, serangan hama, dan kondisi cuaca ekstrem, tetapi juga kelembagaan. “Kalau masyarakat tidak merasa memiliki manfaat, maka sulit menjaga keberlanjutan. Karena itu M4CR juga mendorong lahirnya UMKM berbasis mangrove, misalnya pengolahan sirup, batik, atau produk turunan lain yang bisa menambah pendapatan warga,” jelasnya.

Senada dengan itu, Arif Adi Suhastyo, Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan dan Lahan BPDAS Indragiri Rokan, menuturkan bahwa lembaganya berperan sebagai pendukung teknis program M4CR. “Kami memastikan kesinambungan pasca-rehabilitasi. Apa yang ditanam M4CR akan dijaga dan diteruskan dengan program lanjutan, sehingga manfaat ekologis dan ekonominya berkelanjutan,” paparnya. Menurutnya, koordinasi lintas instansi menjadi kunci agar program tidak berhenti di tengah jalan.

Kegiatan M4CR di Desa Kuala Selat, Indragiri Hilir, menjadi salah satu contoh nyata intervensi yang berdampak besar. Dari 1.600 hektare kebun kelapa rakyat yang rusak akibat abrasi dan intrusi air laut, sekitar 429 hektare telah masuk program rehabilitasi mangrove. Dengan adanya penanaman kembali, lahan yang sebelumnya ditinggalkan kini mulai kembali produktif.

Lebih jauh, program ini juga diharapkan mampu meningkatkan kesadaran generasi muda tentang pentingnya mangrove. Beberapa kelompok pemuda desa sudah dilibatkan dalam pelatihan ekowisata berbasis mangrove, sehingga ke depan, kawasan pesisir bukan hanya menjadi benteng alami, tetapi juga destinasi wisata yang memberi nilai tambah ekonomi.

Dengan kontribusi lintas pihak, M4CR diyakini akan membawa manfaat ganda: menyelamatkan ekosistem pesisir sekaligus memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat lokal. Program ini menjadi contoh bagaimana sinergi pemerintah, lembaga internasional, dan masyarakat dapat menghasilkan perubahan yang berkelanjutan bagi lingkungan dan kesejahteraan. (YDS)