Jakarta, Sonora.co.id - Jantung memiliki peran sentral, bukan hanya memompa darah, tetapi sebagai inti sistem peredaran darah yang memastikan oksigen dan nutrisi sampai ke seluruh tubuh. Jika fungsinya terganggu, dampaknya meluas ke organ vital lain seperti Otak, Ginjal, dan Paru-paru.  Selain itu, kondisi tertentu seperti kehamilan, diabetes, dan obesitas juga memengaruhi kerja jantung, bahkan gangguan jantung kini juga dialami oleh pasien anak.Oleh karena itu, mengenali dan menjaga kesehatan jantung sejak dini, sesuai dengan slogan, “Kenali dan Jaga untuk Hindari Risiko Gangguan Kesehatan Lebih Lanjut”, menjadi langkah preventif yang tidak bisa ditawar.

Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap faktor risiko jantung adalah kunci utama dalam upaya deteksi dini. Director of Medical Group Siloam Hospitals Group dr. Grace F. Indradjaja menekankan bahwa edukasi perlu dikombinasikan dengan peningkatan kesadaran masyarakat, salah satunya melalui kanal media sosial.  

“Dengan edukasi, kami berharap semakin banyak masyarakat yang melakukan deteksi dini dan menyadari faktor risiko kesehatan Jantung dan penyakit lainnya,” ujarnya.

Urgensi deteksi dini diperkuat oleh adanya keterkaitan erat antara jantung dan ginjal.  Pasien penyakit ginjal kronis memiliki risiko tinggi mengalami komplikasi jantung.  dr. Tunggul Diapari Situmorang, Sp.PD-KGH, menjelaskan secara spesifik, gagal jantung dapat menyebabkan suplai darah ke ginjal tidak memadai.

”Akibatnya, ginjal tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup untuk berfungsi dengan baik, sehingga menurunkan fungsi penyaringan dan pembuangan limbah,”ungkapnya.  

Ia menambahkan bahwa Jantung dan Ginjal saling memengaruhi, dan penting untuk melakukan deteksi dini pada pasien dengan penyakit ginjal kronis.Selain itu, deteksi dini terhadap kelainan irama jantung atau aritmia juga sangat krusial.

Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP (K), FIHA, Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah dan Kepala Staf Medis Fungsional Bidang Kardiologi Siloam Hospitals TB Simatupang, menyoroti bahaya Atrial Fibrilasi (AF).

“Pada AF, gejala aritmia yang ringan sekalipun tidak boleh dianggap remeh karena dapat meningkatkan risiko berbagai komplikasi serius, seperti pembekuan darah di jantung dan emboli yang menyumbat pembuluh darah di otak dan memicu stroke,” tegasnya.

Hal ini menunjukkan bahwa penanganan komprehensif harus dimulai sejak diagnosis pertama. Prof. Yoga Yuniadi menjelaskan tindakan ablasi dengan teknologi terkini seperti PFA (Pulse Field Ablation) telah menjadi standar tata laksana aritmia. Tindakan penutupan kuping jantung (Left atrial appendage) tanpa operasi dapat meningkatan efektifitas pencegahan stroke pada pasien AF.

”Ketersediaan layanan ini memastikan bahwa deteksi dini dapat ditindaklanjuti dengan prosedur yang cepat dan tepat,” tambahnya.

Layanan inovatif ini didukung oleh kolaborasi multidisipliner yang kuat.  Prof. Yoga Yuniadi menyebutkan bahwa kolaborasi antara kardiologi, neurologi, renal, dan endokrin di rumah sakit berlangsung sangat baik. Bukti nyata kolaborasi ini adalah dilakukannya tindakan Cardio Neuro Ablation (CNA) pada pasien pingsan (syncope) akibat aktivitas saraf vagus berlebihan, yang merupakan tindakan pertama di Indonesia dan wujud nyata kolaborasi multidisipliner. Lebih lanjut, rumah sakit juga akan segera melakukan pelayanan baru yaitu Renal Denervation yang bisa menjadi pilihan bagi pasien dengan hipertensi yang membandel.