CELIOS Soroti Risiko Korupsi Koperasi Merah Putih
22 Juli 2025 11:38 WIB
Melysa Septiani
.jpg)
Photo: Doc. Istimewa
Jakarta, Sonora.co.id - Peneliti dari lembaga Center of Economics and Law Studies atau CELIOS Jaya Darmawan mengungkap sejumlah risiko korupsi yang mengintai Koperasi Desa/ Kelurahan Merah Putih terutama dalam struktur kelembagaan dan pengelolaan keuangan.
Jaya menyebut, besarnya dana underground economy atau ekonomi bawah tanah dan opportunity cost dari bank Himbara menjadi potensi terjadinya korupsi.
“Misalkan, kita asumsikan ada 20% potensi underground economy akibat rent-seeking, pemalsuan pengadaan, dan hal lain-lain, itu bisa mencapai 4,8 triliun per bulan nasional. Itu ada potensi korupsi. Kedua, ada potensi kehilangan yang namanya opportunity cost dari anggaran bank Himbara yang dialokasikan ke koperasi,” jelasnya saat di wawancara Radio Sonora pada Selasa (22/7/2025) pagi.
Jaya menilai penundaan program perlu dilakukan mengingat besarnya risiko dari sisi transparansi dan akuntabilitas koperasi.
“Kalau memang mau menelaah kedua hal ini, Koperasi Desa Merah Putih harus menyediakan transparansi anggaran yang jelas, yang lengkap. Kedua, setiap anggota dan warga desa yang dilibatkan harus mengetahui dananya. Tentunya yang ketiga, melibatkan lembaga pengawas eksternal seperti BPK, termasuk penegak hukum seperti Kejaksaan dan Kepolisian,” tuturnya.
Lebih lanjut, Jaya menilai, kajian perlu dilakukan sebelum program dioperasikan.
“Ketidaksiapan koperasi ini bisa dilihat beberapa sisi. Pertama, dari entitasnya. Koperasi yang saya kenal dan yang kita tahu dalam konteks pemikiran Bung Hatta bersifat sukarela. Sukarela ini dilanggar dari sisi adanya pemaksaan fiskal yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Keuangan, ketika desa-desa ini tidak menyetor akseptor pendirian koperasi sebelum launching,” jelasnya.
“Kedua, terlalu top-down. Semua hal ditentukan oleh pemerintah. Aspek keterbukaan dan kemandirian dari anggota tidak terpenuhi. Kemudian ketiga, tidak mempertimbangkan usaha-usaha yang existing atau yang telah ada di desa-desa,” tambahnya.
Selain itu menurut Jaya, koperasi yang didirikan tidak sepenuhnya menjawab permasalahan ekonomi di pedesaan.
“Masalah utama ekonomi di desa adalah penyediaan lapangan pekerjaan. Dana yang dibutuhkan sekitar 3 triliun. Lain halnya dengan pengadaan koperasi di pedesaan yang membutuhkan dana 200 hingga 240 triliun,” jelas Jaya.
Seperti yang diketahui sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan kelembagaan 80.081 Koperasi Desa/ Kelurahan Merah Putih (KDMP/ KKMP) pada Senin (21/7/2025) di Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Pelaksanaan Koperasi Merah Putih menuai kritik dari CELIOS. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, CELIOS menemukan, fungsi pengawasan yang rendah, dan pelanggaran prinsip dasar koperasi, membuka celah pada korupsi.
Jaya menyebut, besarnya dana underground economy atau ekonomi bawah tanah dan opportunity cost dari bank Himbara menjadi potensi terjadinya korupsi.
“Misalkan, kita asumsikan ada 20% potensi underground economy akibat rent-seeking, pemalsuan pengadaan, dan hal lain-lain, itu bisa mencapai 4,8 triliun per bulan nasional. Itu ada potensi korupsi. Kedua, ada potensi kehilangan yang namanya opportunity cost dari anggaran bank Himbara yang dialokasikan ke koperasi,” jelasnya saat di wawancara Radio Sonora pada Selasa (22/7/2025) pagi.
Jaya menilai penundaan program perlu dilakukan mengingat besarnya risiko dari sisi transparansi dan akuntabilitas koperasi.
“Kalau memang mau menelaah kedua hal ini, Koperasi Desa Merah Putih harus menyediakan transparansi anggaran yang jelas, yang lengkap. Kedua, setiap anggota dan warga desa yang dilibatkan harus mengetahui dananya. Tentunya yang ketiga, melibatkan lembaga pengawas eksternal seperti BPK, termasuk penegak hukum seperti Kejaksaan dan Kepolisian,” tuturnya.
Lebih lanjut, Jaya menilai, kajian perlu dilakukan sebelum program dioperasikan.
“Ketidaksiapan koperasi ini bisa dilihat beberapa sisi. Pertama, dari entitasnya. Koperasi yang saya kenal dan yang kita tahu dalam konteks pemikiran Bung Hatta bersifat sukarela. Sukarela ini dilanggar dari sisi adanya pemaksaan fiskal yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Keuangan, ketika desa-desa ini tidak menyetor akseptor pendirian koperasi sebelum launching,” jelasnya.
“Kedua, terlalu top-down. Semua hal ditentukan oleh pemerintah. Aspek keterbukaan dan kemandirian dari anggota tidak terpenuhi. Kemudian ketiga, tidak mempertimbangkan usaha-usaha yang existing atau yang telah ada di desa-desa,” tambahnya.
Selain itu menurut Jaya, koperasi yang didirikan tidak sepenuhnya menjawab permasalahan ekonomi di pedesaan.
“Masalah utama ekonomi di desa adalah penyediaan lapangan pekerjaan. Dana yang dibutuhkan sekitar 3 triliun. Lain halnya dengan pengadaan koperasi di pedesaan yang membutuhkan dana 200 hingga 240 triliun,” jelas Jaya.
Seperti yang diketahui sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan kelembagaan 80.081 Koperasi Desa/ Kelurahan Merah Putih (KDMP/ KKMP) pada Senin (21/7/2025) di Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Pelaksanaan Koperasi Merah Putih menuai kritik dari CELIOS. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, CELIOS menemukan, fungsi pengawasan yang rendah, dan pelanggaran prinsip dasar koperasi, membuka celah pada korupsi.
News
View MoreOur Services

Sonora Education And Talent Management
Empowering Talent Development & Soft Skills Training.

Research Solution
Your Research Solution for Comprehensive Coverage, Reliable Sources, and Diverse Perspectives