Koperasi Desa Merah Putih: Gebrakan Ekonomi Rakyat atau Ancaman Populisme Baru?
11 Juli 2025 09:40 WIB
Yudi Samadi
.jpg)
Photo: Sosialisasi Koperasi Desa Merah Putih (sumber: kop.id)
Jakarta, Sonora.co.id – Pemerintah menargetkan pembentukan 80.000 unit Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih hingga akhir 2025. Program ini akan diluncurkan secara nasional pada 12 Juli 2025 sebagai bagian dari agenda besar membangun ekonomi rakyat berbasis gotong royong dan kemandirian lokal.
Namun, program ambisius ini mendapat perhatian kritis dari kalangan ekonom. Dr. Ariyo Irhamna, Chief Economist BPP HIPMI dan Dosen Universitas Paramadina, dalam rilisnya menyatakan bahwa meski inisiatif ini patut diapresiasi, pemerintah harus mewaspadai jebakan populisme kebijakan.
"Membangun 80.000 koperasi dalam waktu kurang dari satu tahun bukan hanya ambisius, tetapi juga sangat berisiko jika tidak berbasis kualitas," tulis Ariyo dalam siaran pers yang diterima Sonora.co.id.
Dari Retorika ke Aksi Nyata
Menurut Ariyo, koperasi terlalu lama hanya menjadi pelengkap retorika pembangunan pasca reformasi, tanpa penguatan kelembagaan yang serius. Program ini semestinya jadi momentum pemulihan posisi koperasi sebagai pilar utama ekonomi nasional, bukan hanya sebagai alat distribusi kredit atau proyek seremonial. Ia menekankan bahwa koperasi adalah institusi sosial-ekonomi, yang membutuhkan penguatan sumber daya manusia, tata kelola akuntabel, serta akses ke pasar yang jelas. Tanpa itu, koperasi rawan menjadi lembaga fiktif atau bahkan pintu masuk kredit bermasalah.Risiko Kredit Macet dan Skema Alternatif
Pemerintah berencana menyalurkan kredit antara Rp1-3 miliar per koperasi melalui bank-bank Himbara (BRI, Mandiri, BNI). Meski potensi ekonominya besar, Ariyo mengingatkan bahaya sistemik jika pembiayaan dijalankan tanpa fondasi kelembagaan yang kuat. Ia menyarankan model koperasi sekunder berbasis sektor dan wilayah sebagai solusi alternatif. Misalnya, BRI bisa memfokuskan diri pada koperasi pertanian dan UMKM, Mandiri pada sektor perdagangan, dan BNI pada industri kecil-menengah.“Model seperti ini sudah terbukti di berbagai negara. Lihat Rabo Bank di Belanda atau Desjardins Group di Kanada,” tambahnya.
Pindah dari Logika Kuantitas ke Kualitas
Ariyo menekankan bahwa penguatan koperasi harus dimulai dari konsolidasi koperasi primer yang sudah berjalan baik, bukan hanya mengejar angka pembentukan baru.“Jika tidak hati-hati, program Koperasi Merah Putih justru bisa menjadi warisan buruk pemerintahan Prabowo,” tegasnya.Ia juga menyoroti pentingnya transisi dari pendekatan populistik ke arah institusionalisasi berbasis pasar. Indonesia, katanya, tidak kekurangan semangat kolektif—yang kurang adalah keberanian untuk membangun koperasi secara profesional dan berkelanjutan. (YDS)
News
View MoreOur Services

Sonora Education And Talent Management
Empowering Talent Development & Soft Skills Training.

Research Solution
Your Research Solution for Comprehensive Coverage, Reliable Sources, and Diverse Perspectives