Tetap Kompetitif, Kampus UI Perkuat Kolaborasi Internasional
13 Juni 2025 15:53 WIB
Riko Marbun
.jpg)
Photo: Marbun/Istimewa
Sonora.co.id,
Jakarta - Reputasi perguruan tinggi dalam pemeringkatan global seperti QS World
University Ranking kini menjadi salah satu indikator penting dalam menarik
minat publik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Untuk itu,
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia mulai mewaspadai potensi persaingan
dari kehadiran universitas asing.
Hal ini disampaikan Pelaksana Harian (Plh) Direktur Humas, Media, Pemerintah, dan Internasional Universitas Indonesia (UI), Emir Chairullah, dalam sebuah diskusi bersama Forum Wartawan Pendidikan (Fortadik) di Jakarta pada Kamis (12/6/2025).
“Pasarnya orang Indonesia yang punya kemampuan finansial akan berpindah ke kampus asing. Modal mereka kuat dan bisa menawarkan banyak hal," ujar Emir.
Emir menilai kehadiran kampus luar negeri dapat menggeser preferensi masyarakat, terutama dari kalangan mampu, ke institusi asing yang memiliki modal dan fasilitas lebih unggul. Fenomena ini juga berpotensi menjadi pintu keluar devisa dalam jumlah besar.
“Kalau semua orang memilih kuliah di institusi asing, entah di luar negeri atau kampus asing yang buka di Indonesia, otomatis devisanya lari ke mereka,” imbuhnya.
Menanggapi tantangan tersebut, Emir menekankan perlunya inovasi dari PTN untuk tetap kompetitif. Salah satu strategi yang paling mungkin dilakukan UI saat ini adalah melalui kolaborasi internasional dalam bentuk program double degree, yang memungkinkan mahasiswa memperoleh dua gelar dari dua universitas berbeda.
“Yang paling mungkin dilakukan UI saat ini adalah kolaborasi, bikin double degree, supaya tidak semua devisa langsung ke kampus-kampus asing itu,” ujar Emir.
Ia juga menyinggung pentingnya dukungan negara dalam memastikan keberlangsungan dan daya saing perguruan tinggi nasional. Menurut Emir, perguruan tinggi saat ini tidak bisa terus-menerus bergantung pada Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebagai sumber utama pendanaan.
“Kalau cuma mengandalkan UKT atau SPP itu, kampus sudah tidak bisa hidup. Makanya mungkin ada yang bilang ini komersialisasi, padahal sebenarnya tidak juga. Jalur reguler tetap ada, tidak diabaikan. Tapi kampus harus mampu berinovasi,” jelasnya.
Emir lalu mencontohkan bagaimana universitas elite dunia seperti Harvard pun menerima subsidi dari pemerintah Amerika Serikat, menunjukkan bahwa peran negara tetap krusial.
"Artinya, peran negara tetap penting, tidak bisa semuanya dibebankan ke kampus,” pungkas Emir.
Ia pun berharap pemerintah untuk lebih memperhatikan hal tersebut, sebab menurutnya keberadaan kampus asing dapat menimbulkan risiko keluarnya devisa dalam bidang pendidikan tinggi, sementara peringkat global seperti QS University Ranking kini menjadi pertaruhan reputasi kampus nasional di mata publik.
Hal ini disampaikan Pelaksana Harian (Plh) Direktur Humas, Media, Pemerintah, dan Internasional Universitas Indonesia (UI), Emir Chairullah, dalam sebuah diskusi bersama Forum Wartawan Pendidikan (Fortadik) di Jakarta pada Kamis (12/6/2025).
“Pasarnya orang Indonesia yang punya kemampuan finansial akan berpindah ke kampus asing. Modal mereka kuat dan bisa menawarkan banyak hal," ujar Emir.
Emir menilai kehadiran kampus luar negeri dapat menggeser preferensi masyarakat, terutama dari kalangan mampu, ke institusi asing yang memiliki modal dan fasilitas lebih unggul. Fenomena ini juga berpotensi menjadi pintu keluar devisa dalam jumlah besar.
“Kalau semua orang memilih kuliah di institusi asing, entah di luar negeri atau kampus asing yang buka di Indonesia, otomatis devisanya lari ke mereka,” imbuhnya.
Menanggapi tantangan tersebut, Emir menekankan perlunya inovasi dari PTN untuk tetap kompetitif. Salah satu strategi yang paling mungkin dilakukan UI saat ini adalah melalui kolaborasi internasional dalam bentuk program double degree, yang memungkinkan mahasiswa memperoleh dua gelar dari dua universitas berbeda.
“Yang paling mungkin dilakukan UI saat ini adalah kolaborasi, bikin double degree, supaya tidak semua devisa langsung ke kampus-kampus asing itu,” ujar Emir.
Ia juga menyinggung pentingnya dukungan negara dalam memastikan keberlangsungan dan daya saing perguruan tinggi nasional. Menurut Emir, perguruan tinggi saat ini tidak bisa terus-menerus bergantung pada Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebagai sumber utama pendanaan.
“Kalau cuma mengandalkan UKT atau SPP itu, kampus sudah tidak bisa hidup. Makanya mungkin ada yang bilang ini komersialisasi, padahal sebenarnya tidak juga. Jalur reguler tetap ada, tidak diabaikan. Tapi kampus harus mampu berinovasi,” jelasnya.
Emir lalu mencontohkan bagaimana universitas elite dunia seperti Harvard pun menerima subsidi dari pemerintah Amerika Serikat, menunjukkan bahwa peran negara tetap krusial.
"Artinya, peran negara tetap penting, tidak bisa semuanya dibebankan ke kampus,” pungkas Emir.
Ia pun berharap pemerintah untuk lebih memperhatikan hal tersebut, sebab menurutnya keberadaan kampus asing dapat menimbulkan risiko keluarnya devisa dalam bidang pendidikan tinggi, sementara peringkat global seperti QS University Ranking kini menjadi pertaruhan reputasi kampus nasional di mata publik.
News
View MoreOur Services

Sonora Education And Talent Management
Empowering Talent Development & Soft Skills Training.

Research Solution
Your Research Solution for Comprehensive Coverage, Reliable Sources, and Diverse Perspectives