Kasus Guru Dikriminalisasi, Perlukah UU Perlindungan Guru?
29 November 2024 21:03 WIB
Yudi Samadi
Photo: Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi (instagram.com/pb_pgri)
Jakarta, sonora.co.id, Setiap tanggal 25 November, insan Pendidikan
Indonesia merayakan hari Guru. Momentumnya bertepatan dengan Hari Ulang Tahun
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), induk organisasi para guru dan
pendidik di Indonesia. Dengan mengambil tema “Guru Hebat, Indonesia Kuat”,
peringatan hari Guru tahun ini memberikan harapan kepada para guru agar semakin
profesional dalam bertugas mencerdaskan anak bangsa serta mampu beradaptasi
dengan perkembangan teknologi yang ada saat ini. Ketua Umum Pengurus Besar PGRI,
Unifah Rosyidi, dalam kesempatan wawancara di program #NgopiSore Radio Sonora,
Kamis (28/11) mengungkapkan bahwa profesi guru sampai kapanpun tidak akan
tergantikan oleh teknologi secanggih apapun, termasuk fenomena Kecerdasan Buatan
(Artificial Intelligence).
“Guru tidak hanya mengajarkan materi dan ilmu, tapi lebih dari itu punya tanggung jawab mulia, mendidik, mencerdaskan dan membangun karakter. Ini yang membuatnya akan bisa eksis sampai kapanpun” tegas Bu Uni, sapaan akrabnya.
Meskipun saat ini, guru di Indonesia dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah dalam menjalankan profesinya. Beberapa kasus guru yang dilaporkan ke Kepolisian bahkan dikriminalisasi oleh wali murid karena dugaan melakukan kekerasan merupakan fakta yang memprihatinkan. Tidak hanya sampai di situ, ada guru bahkan harus mengalami cacat tetap karena mendapat perlakuan sadis dari wali murid yang tidak terima anaknya didisplinkan di sekolah. “hal ini jangan sampai membuat para guru akhirnya apatis ketika ada muridnya yang berperilaku tidak sesuai aturan karena mereka khawatir dilaporkan oleh wali murid” jelas Bu Uni. Redaksi Sonora bahkan mendapati beberapa konten-konten di media sosial yang isinya merupakan sindiran sarkas yang memperlihatkan para guru sudah tidak peduli lagi menegur muridnya saat berperilaku amoral di sekolah. Bu Uni lalu mengingatkan perlunya komunikasi yang mengedepankan ‘mutual respect’ antara orang tua, guru, murid dan sekolah dalam memastikan proses pendidikan yang terbaik untuk sang anak. Sudah seharusnya ada semangat saling menghormati, menghargai dan komunikasi yang baik untuk terus memantau perkembangan anak selama mengikuti pendidikan di sekolah. Jika hal itu terjadi, maka diharapkan tidak ada lagi tindakan saling lapor karena setiap ada masalah, solusinya akan dicari bersama dalam nuansa kekeluargaan.
Namun, Bu Uni mengingatkan, fenomena guru dikriminalisasi juga harus tetap dimitigasi agar tidak terjadi lagi di masa depan. Pihaknya bersama PB PGRI mendorong pemerintah dan DPR agar segera memulai diskusi tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Guru. Hal ini dilakukan agar para guru di tanah air akan lebih leluasa dan merasa terjamin saat menjalankan profesinya. PGRI mengklaim sudah melakukan penyusunan naskah akademik RUU Perlindungan Guru, tetapi diakui Bu Uni inisiatif ini tidak selalu disambut baik oleh pemangku kepentingan lain.
“Mitra Pemerintah masih belum sepakat dengan wacana RUU Perlindungan Guru ini, karena mempertimbangkan sudah ada UU Guru dan Dosen yang sudah berlaku” tutur Bu Uni.
Menurutnya, RUU Perlindungan Guru penting dihadirkan untuk menegaskan fungsi guru yang tidak hanya seperti robot atau mesin yang memberikan materi pelajaran melainkan mendidik sehingga memerlukan totalitas membangun dan menanamkan nilai-nilai yang baik dalam pekerjaannya. Di sisi lain, guru di Indonesia, terutama di wilayah terpencil masih terus bergelut dengan segala keterbatasan, minimnya fasilitas mengajar, jarak tempat mengajar yang jauh dan jangkauan teknologi yang masih minim jika dibandingkan dengan kota-kota besar. Namun banyak dari mereka yang tetap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebaik mungkin dan setulus hati. “mereka itulah yang layak mendapatkan apresiasi” tegas Bu Uni. Apresiasi dalam bentuk peningkatan kompetensi, pelatihan dan keterampilan lain layak diberikan dan harus kontinyu. Harapannya semakin kompeten seorang guru setelah melewati berbagai proses sertifikasi, maka akan semakin sejahtera dan semakin professional menjalankan pekarjaannya. (YDS)
“Guru tidak hanya mengajarkan materi dan ilmu, tapi lebih dari itu punya tanggung jawab mulia, mendidik, mencerdaskan dan membangun karakter. Ini yang membuatnya akan bisa eksis sampai kapanpun” tegas Bu Uni, sapaan akrabnya.
Meskipun saat ini, guru di Indonesia dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah dalam menjalankan profesinya. Beberapa kasus guru yang dilaporkan ke Kepolisian bahkan dikriminalisasi oleh wali murid karena dugaan melakukan kekerasan merupakan fakta yang memprihatinkan. Tidak hanya sampai di situ, ada guru bahkan harus mengalami cacat tetap karena mendapat perlakuan sadis dari wali murid yang tidak terima anaknya didisplinkan di sekolah. “hal ini jangan sampai membuat para guru akhirnya apatis ketika ada muridnya yang berperilaku tidak sesuai aturan karena mereka khawatir dilaporkan oleh wali murid” jelas Bu Uni. Redaksi Sonora bahkan mendapati beberapa konten-konten di media sosial yang isinya merupakan sindiran sarkas yang memperlihatkan para guru sudah tidak peduli lagi menegur muridnya saat berperilaku amoral di sekolah. Bu Uni lalu mengingatkan perlunya komunikasi yang mengedepankan ‘mutual respect’ antara orang tua, guru, murid dan sekolah dalam memastikan proses pendidikan yang terbaik untuk sang anak. Sudah seharusnya ada semangat saling menghormati, menghargai dan komunikasi yang baik untuk terus memantau perkembangan anak selama mengikuti pendidikan di sekolah. Jika hal itu terjadi, maka diharapkan tidak ada lagi tindakan saling lapor karena setiap ada masalah, solusinya akan dicari bersama dalam nuansa kekeluargaan.
Namun, Bu Uni mengingatkan, fenomena guru dikriminalisasi juga harus tetap dimitigasi agar tidak terjadi lagi di masa depan. Pihaknya bersama PB PGRI mendorong pemerintah dan DPR agar segera memulai diskusi tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Guru. Hal ini dilakukan agar para guru di tanah air akan lebih leluasa dan merasa terjamin saat menjalankan profesinya. PGRI mengklaim sudah melakukan penyusunan naskah akademik RUU Perlindungan Guru, tetapi diakui Bu Uni inisiatif ini tidak selalu disambut baik oleh pemangku kepentingan lain.
“Mitra Pemerintah masih belum sepakat dengan wacana RUU Perlindungan Guru ini, karena mempertimbangkan sudah ada UU Guru dan Dosen yang sudah berlaku” tutur Bu Uni.
Menurutnya, RUU Perlindungan Guru penting dihadirkan untuk menegaskan fungsi guru yang tidak hanya seperti robot atau mesin yang memberikan materi pelajaran melainkan mendidik sehingga memerlukan totalitas membangun dan menanamkan nilai-nilai yang baik dalam pekerjaannya. Di sisi lain, guru di Indonesia, terutama di wilayah terpencil masih terus bergelut dengan segala keterbatasan, minimnya fasilitas mengajar, jarak tempat mengajar yang jauh dan jangkauan teknologi yang masih minim jika dibandingkan dengan kota-kota besar. Namun banyak dari mereka yang tetap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebaik mungkin dan setulus hati. “mereka itulah yang layak mendapatkan apresiasi” tegas Bu Uni. Apresiasi dalam bentuk peningkatan kompetensi, pelatihan dan keterampilan lain layak diberikan dan harus kontinyu. Harapannya semakin kompeten seorang guru setelah melewati berbagai proses sertifikasi, maka akan semakin sejahtera dan semakin professional menjalankan pekarjaannya. (YDS)
News
View MoreOur Services
Sonora Education And Talent Management
Empowering Talent Development & Soft Skills Training.
Research Solution
Your Research Solution for Comprehensive Coverage, Reliable Sources, and Diverse Perspectives