Program Merdeka Belajar, Layakkah diteruskan?

23 Oktober 2024 13:04 WIB
Yudi Samadi
Photo: Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha
Jakarta, sonora.co.id Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dipecah menjadi 3 kementerian di era kepemimpinan presiden Prabowo Subianto. Masing-masing adalah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek). Dalam acara serah terima dengan para menteri penerusnya, Mendikbudristek periode 2019-2024, Nadiem Anwar Makarim menitipkan agar Program Medeka Belajar yang telah diterapkannya dapat dilanjutkan.  Pemerhati Pendidikan, Darmaningtyas dalam wawancara di program Sonora Pagi (24/10) mengatakan bahwa Kurikulum Merdeka lahir cukup kontroversial pasca Pandemi Covid-19. Ia juga menyayangkan penggunaan nama baru kurikulum Merdeka kala itu. “Kurikulum ini merupakan Kurikulum 2013 yang disederhanakan, jadi tidak perlu diberi nama baru, kurikulum Merdeka” Ujar pengamat pendidikan yang biasa dikenal dengan sebutan Ki Darma. Apalagi dalam sejarah penggunaan kurikulum Pendidikan di Indonesia, selalu menggunakan penamaan tahun kurikulum tersebut diluncurkan, seperti Kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984 dan kurikulum 1994. Menurut hematnya, kurikulum Merdeka layak dibatalkan dan dikembalikan lagi kepada kurikulum 2013.  

Pada kenyataannya, mayoritas sekolah di Indonesia, terutama yang ada di pelosok masih banyak yang menerapkan kurikulum 2013 dalam pembelajarannya. Saat ditanya apakah kurikulum Merdeka ini cukup menjawab tantangan digitalisasi, Ki Darma menjawab dengan sebuah adagium “kurikulum yang baik di tangan guru yang tidak bagus bisa menjadi jelek, begitu pula sebaliknya”. Guru menjadi kunci keberhasilan proses pembelajaran. “Kurikulum tidak selalu menjadi jawaban bagi peningkatan kualitas pendidikan melainkan kualitas dari pendidiknya, baik guru maupun dosen” tegasnya. Sejak tahun 2012, dunia Pendidikan di Indonesia juga dihadapkan pada tingginya angka pensiun guru sementara pengangkatan Aparatur Sipil Negara (ASN) guru sangat terbatas. Solusi pengangkatan guru dengan skema perjanjian Kerja (PPPK) belum dapat memenuhi kebutuhan, apalagi insentif dan kompensasi yang diberikan belum cukup menarik. Akibatnya, tenaga-tenaga pendidik yang berkualitas dan memiliki kemampuan yang bagus tidak tertarik untuk menjadi guru. Ketika disinggung soal anggaran Pendidikan yang sudah mencapai 20%, Ki Darma mengatakan bahwa ternyata anggaran itu tidak semuanya diperuntukkan untuk Kementerian Pendidikan tetapi terbagi ke beberapa Kementerian dan lembaga lain yang juga menyelenggarakan Pendidikan formal di berbagai tingkatan. “Tata Kelola anggaran pendidikan juga harus diperbaiki ke depannya agar lebih tepat sasaran” tandasnya. (YDS)
Sonora Network

Our Services

Sonora Education And Talent Management

Sonora Education And Talent Management

Empowering Talent Development & Soft Skills Training.
Research Solution

Research Solution

Your Research Solution for Comprehensive Coverage, Reliable Sources, and Diverse Perspectives
Management Services

Management Services

Empowering Talent Development & Soft Skills Training.
Event Management

Event Management

Step into Syandana, we deliver exceptional tailored event solutions

We'll reach out to you to talk about what we can do to keep leading, together.

Let’s Collaborate!

Our Satisfied Partners

Kementrian Pajak
Kementrian PUPR
Kementerian Dinas Perhubungan
Kementrian Kominfo
Kementrian Agama
Kementrian Hukum dan HAM
Telkomsek
ASDP
Nuvo Family
Pertamina
Bear Brand
Sarirasa Group
Gopek House
Counterpain
PLN
Kementrian Pelni
Ayaxx
Wincos