Transformasi Gojek Jadi Koperasi Lebih Sejalan dengan Semangat Menyejahterakan Rakyat
09 Juni 2025 15:20 WIB
Yudi Samadi
.jpeg)
Photo: Didik J. Rachbini, Guru Besar & Ekonom Senior INDEF (LST/Kalderanews)
Sonora.co.id, Jakarta – Guru Besar dan Ekonom Senior INDEF, Prof. Dr.
Didik J. Rachbini, menyatakan bahwa dengan lebih dari 59 persen penduduk
Indonesia tinggal di wilayah perkotaan, upaya pengentasan kemiskinan tidak lagi
cukup berfokus di desa. “Kemiskinan kota semakin mendesak untuk ditangani,
terlebih urbanisasi terus meningkat dan diperkirakan mencapai 70 persen pada
2045,” ungkap Didik dalam keterangannya.
Menurutnya, kota-kota memiliki ekosistem yang lebih siap secara teknologi, sistem keuangan, dan kewirausahaan. Ia mencontohkan kesuksesan Gojek sebagai inovasi bisnis digital. Namun, Didik menyoroti bahwa kesuksesan Gojek justru meninggalkan para pengemudinya dalam kondisi stagnan. “Mereka tetap miskin karena bukan pemilik dari entitas bisnis yang mereka jalankan,” ujarnya.
Didik mengusulkan transformasi Gojek menjadi koperasi sebagai solusi yang lebih inklusif dan sesuai dengan ideologi pemerintahan saat ini yang menganut sosialisme pasar. “Bayangkan jika para pengemudi itu menjadi pemilik koperasi, platform digitalnya dijalankan oleh pengurus koperasi, dan bukan oleh korporasi besar,” jelasnya.
Lebih jauh, Didik mendorong pemerintah untuk mengambil inisiatif melalui Danantara—platform teknologi nasional—untuk membangun sistem transportasi digital berbasis koperasi. Ia menyebut model seperti ini telah berhasil diterapkan di New York melalui platform Co-op Ride, yang dimiliki dan dikelola langsung oleh para pengemudi, bukan oleh perusahaan teknologi seperti Uber dan Lyft. “Koperasi Merah Putih yang selama ini dikembangkan untuk desa tetap penting. Namun koperasi digital perkotaan jauh lebih feasible secara ekonomi karena penduduk kota sekarang jauh lebih besar,” tutur Didik, menekankan perlunya skema yang menjangkau kelas pekerja urban secara lebih adil dan berkelanjutan.
Ia juga menyinggung warisan Nadiem Makarim sebagai pencetus Gojek yang visioner, namun mengkritik model bisnis yang ia nilai terlalu kapitalistik. “Model seperti ini tidak menyertakan pengemudi sebagai stakeholders utama. Padahal, ideologi Prabowo lebih condong pada sosialisme pasar, bukan kapitalisme murni,” katanya. Didik menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa arah kebijakan ekonomi Presiden Prabowo sangat dipengaruhi oleh pemikiran Prof. Sumitro Djojohadikusumo. “Presiden Prabowo menjalankan ekonomi konstitusional, seperti yang ia tulis dalam Paradoks Indonesia, di mana negara harus turun tangan secara aktif dalam pembangunan ekonomi yang berpihak pada rakyat,” pungkasnya. (YDS)
Menurutnya, kota-kota memiliki ekosistem yang lebih siap secara teknologi, sistem keuangan, dan kewirausahaan. Ia mencontohkan kesuksesan Gojek sebagai inovasi bisnis digital. Namun, Didik menyoroti bahwa kesuksesan Gojek justru meninggalkan para pengemudinya dalam kondisi stagnan. “Mereka tetap miskin karena bukan pemilik dari entitas bisnis yang mereka jalankan,” ujarnya.
Didik mengusulkan transformasi Gojek menjadi koperasi sebagai solusi yang lebih inklusif dan sesuai dengan ideologi pemerintahan saat ini yang menganut sosialisme pasar. “Bayangkan jika para pengemudi itu menjadi pemilik koperasi, platform digitalnya dijalankan oleh pengurus koperasi, dan bukan oleh korporasi besar,” jelasnya.
Lebih jauh, Didik mendorong pemerintah untuk mengambil inisiatif melalui Danantara—platform teknologi nasional—untuk membangun sistem transportasi digital berbasis koperasi. Ia menyebut model seperti ini telah berhasil diterapkan di New York melalui platform Co-op Ride, yang dimiliki dan dikelola langsung oleh para pengemudi, bukan oleh perusahaan teknologi seperti Uber dan Lyft. “Koperasi Merah Putih yang selama ini dikembangkan untuk desa tetap penting. Namun koperasi digital perkotaan jauh lebih feasible secara ekonomi karena penduduk kota sekarang jauh lebih besar,” tutur Didik, menekankan perlunya skema yang menjangkau kelas pekerja urban secara lebih adil dan berkelanjutan.
Ia juga menyinggung warisan Nadiem Makarim sebagai pencetus Gojek yang visioner, namun mengkritik model bisnis yang ia nilai terlalu kapitalistik. “Model seperti ini tidak menyertakan pengemudi sebagai stakeholders utama. Padahal, ideologi Prabowo lebih condong pada sosialisme pasar, bukan kapitalisme murni,” katanya. Didik menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa arah kebijakan ekonomi Presiden Prabowo sangat dipengaruhi oleh pemikiran Prof. Sumitro Djojohadikusumo. “Presiden Prabowo menjalankan ekonomi konstitusional, seperti yang ia tulis dalam Paradoks Indonesia, di mana negara harus turun tangan secara aktif dalam pembangunan ekonomi yang berpihak pada rakyat,” pungkasnya. (YDS)
News
View MoreOur Services

Sonora Education And Talent Management
Empowering Talent Development & Soft Skills Training.

Research Solution
Your Research Solution for Comprehensive Coverage, Reliable Sources, and Diverse Perspectives