SONORA.CO.ID - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengecam perkembangan kasus pemerkosaan empat
siswa SMA di Jayapura yang mengarah pada penyelesaian secara kekeluargaan.Kemen
PPPA mendorong agar pihak kepolisian menggunakan Undang-Undang Perlindungan
Anak untuk menjerat terduga pelaku pemerkosaan tersebut.
Pelaku dapat dijerat dengan Pasal 81
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, dimana pelaku dipidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
"Tidak boleh ada toleransi
sedikitpun pada pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Pihak kepolisian kami
harapkan dapat mendalami kembali kasus ini demi kepentingan terbaik bagi anak,"
kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Nahar, Selasa
(14/09/2021).
Nahar juga menegaskan bahwa Kemen PPPA
terus melakukan pemantauan dan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah
Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Papua
untuk memantau perkembangan keempat korban. UPTD PPA Provinsi Papua juga akan
melakukan asesmen terhadap korban bekerja sama dengan Yayasan Pendampingan
Pemberdayaan Masyarakat Papua (YP2MP).
Selanjutnya, UPTD PPA dan Lembaga Bantuan Hukum - Asosiasi
Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) juga akan melakukan
pendampingan ke sekolah korban agar para korban
dapat kembali sekolah tanpa merasa tertekan dan malu atas kejadian yang
menimpanya.
"Kemen PPPA akan terus memantau dan
memastikan pendampingan diberikan secara tuntas hingga kasus ini selesai.
Kerjasama dari semua pihak juga sangat diperlukan, termasuk media massa dalam
memberitakan kasus ini. Jangan sampai pemberitaan yang berkembang malah semakin
mengganggu kondisi psikologis korban," tutur Nahar.
Kasus ini berawal dari laporan salah satu
kakak korban kepada LBH Papua dan LBH APIK bahwa telah terjadi kekerasan
seksual terhadap empat siswi. Empat siswi itu diajak seseorang berjalan-jalan
ke Jakarta tanpa diketahui keluarga masing-masing siswi. Para korban disebut
diculik, dianiaya, dipaksa minum alkohol sampai tidak sadarkan diri, kemudian
mengalami kekerasan seksual dari oknum tersebut. Mereka disebut dilarang
memberitahukan aksi bejat itu kepada siapa pun, termasuk keluarga.
Sumber :
BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK